Kamis, 01 April 2010

GURU IDEAL

Pengantar
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar manusia dapat mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifatullah di muka bumi dan juga abdi Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat terwujud. H. M. Arifin, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang.
Pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan psikologi. Pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses mengaktualisasi diri tersebut diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi, situasi dan kondisi lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikannya. Pengetahuan tentang diri manusia dengan segenap permasalahannya akan dibicarakan dalam psikologi umum. Dalam hal pendidikan Islam yang dibutuhkan psikologi Islami, karena manusia memiliki potensi luhur, yaitu fitrah dan ruh yang tidak terjamah dalam psikologi umum (Barat).
Berdasarkan uraian diatas, maka sudah selayaknya dalam pendidikan Islam memiliki landasan psikologis yang berwawasan kepada Islam, dalam hal ini dengan berpandu kepada al-Quran dan hadits sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan pendidikan Islam dapat terwujud dan menciptakan insan kamil bahagia di dunia dan akhirat. Sebenarnya, banyak sekali istilah untuk menyebutkan psikologi yang berwawasan kepada Islam. Diantara para psikolog ada yang menyebut dengan istilah psikologi Islam, psikologi al-Qur’an, psikologi Qur’ani, psikologi sufi dan nafsiologi. Namun pada dasarnya semua istilah tersebut memiliki makna yang sama.
Fondasi Psikologi Islami ?
Dalam Al-Quran, ada beberapa kata kunci yang berbicara mengenai psikologi yaitu al-nafs, al-qalb, al-aql, al-ruh, dan fitrah. Dari analisa terhadap kosa kata tersebut, secara metode tafsir maudhu’i atau tematik akan diformulasikan sejumlah konsep-konsep psikologi dari Al-Quran, selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun paradigma teori psikologi Islami.
Psikologi Islam merupakan sebuah aliran baru dalam dunia psikologi yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam. Islam sebagai subjek dan objek kajian dalam ilmu pengetahuan, harus dibedakan kepada tiga bentuk: Islam sebagai ajaran, Islam sebagai pemahaman dan pemikiran serta Islam sebagai praktek atau pengamalan. Islam sebagai ajaran bersifat universal dan berlaku pada semua tempat dan waktu, bersifat absolut dan memiliki kebenaran normatif, yaitu benar berdasarkan pemeluk agama tersebut, sehingga bebas ruang dan waktu. Islam sebagai pemahaman dan praktek, selalu berhubungan dengan ruang dan waktu, sehingga bersifat partikular, lokal dan temporal. Dan itu semua adalah fondasi awal untuk melakukan gagasan aktulisasi psikologi Islami. Dalam kontek Aceh paska pengesahan RUU-PA, kita berharap supaya qanun-qanun tentang pendidikan secara umum dapat memuat rincian ketiga hal tersebut, karena itu adalah ruh dari psikolongi pendidikan kita kedepan post conflict and post tsunami.
Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Poerbakawatja dan Harahap, Pendidikan adalah “….Usaha secara sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya untuk meningkatkan si anak ke kedewasaan, yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya…” Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya saja guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan kepala-kepala asrama dan sebagainya.
“Pendidikan” dalam Islam lebih banyak dikenal dengan menggunakan istilah al-tarbiyah, al-ta`lim, al-ta`dib dan al-riyadah.” Setiap terminologi tersebut mempunyai makna yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan teks dan kontek kalimatnya
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha maksimal untuk menentukan kepribadian anak didik berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam al-Qur`an dan Sunnah. Usaha tersebut senantiasa harus dilakukan melalui bimbingan, asuhan dan didikan, dan sekaligus pengembangan potensi manusia untuk meningkatkan kualitas intelektual dan moral yang berpedoman pada syariat Islam.
Aktualisasi Psikologi Islami dalam Pendidikan Islam
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan Abdullah (Abdi Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi didalam dirinya. Hasan Langgulung mengatakan, potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah. Sejalan dengan itu, Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa potensi dasar tersebut berupa jasmani, rohani, dan fitrah namun ada juga yang menyebutnya dengan jismiah, nafsiah dan ruhaniah.
Aspek jismiah
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, serta sistem sel, syaraf dan kelenjar diri manusia. Organ fisik manusia adalah organ yang paling sempurna diantara semua makhluk. Alam fisik-material manusia tersusun dari unsur tanah, air, api dan udara. Keempat unsur tersebut adalah materi dasar yang mati. Kehidupannya tergantung kepada susunan dan mendapat energi kehidupan yang disebut dengan nyawa atau daya kehidupan yang merupakan vitalitas fisik manusia. Kemampuannya sangat tergantung kepada sistem konstruksi susunan fisik-biologis, seperti: susunan sel, kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, jantung, hati dan lain sebagainya. Jadi, aspek jismiah memiliki dua sifat dasar. Pertama berupa bentuk konkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan kedua bentuk abstrak berupa nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah inilah yang akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.
Aspek nafsiah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas insaniah yang khas dimiliki dari manusia berupa pikiran, perasaan dan kemauan serta kebebasan. Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi psikis, yaitu dimensi nafsu, ‘aql, dan qalb.
v Dimensi nafsu merupakan dimensi yang memiliki sifat-sifat kebinatangan dalam sistem psikis manusia, namun dapat diarahkan kepada kemanusiaan setelah mendapatkan pengaruh dari dimensi lainnya, seperti ‘aql dan qalb, ruh dan fitrah. Nafsu adalah daya-daya psikis yang memiliki dua kekuatan ganda, yaitu: daya yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala yang membahayakan dan mencelakakan (daya al-ghadabiyah) Serta daya yang berpotensi untuk mengejar segala yang menyenangkan (daya al-syahwaniyyah).
v Dimensi akal adalah dimensi psikis manusia yang berada diantara dua dimensi lainnya yang saling berbeda dan berlawanan, yaitu dimensi nafsu dan qalb. Nafsu memiliki sifat kebinatangan dan qalb memiliki sifat dasar kemanusiaan dan berdaya cita-rasa. Akal menjadi perantara diantara keduanya. Dimensi ini memiliki peranan penting berupa fungsi pikiran yang merupakan kualitas insaniah pada diri manusia.
v Dimensi qalb memiliki fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta seperti berpikir, memahami, mengetahui, memperhatikan, mengingat dan melupakan. Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa seperti tenang, sayang dan fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa seperti berusaha.
Aspek ruhaniah
Aspek ruhiyah adalah keseluruhan potensi luhur (high potention) diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari dimensi ruh dan fitrah. Kedua dimensi ini merupakan potensi diri manusia yang bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi fitrah.
Dari penjabaran diatas, dapat disebutkan bahwa aspek jismiah bersifat empiris, konkrit, indrawi, mekanistik dan determenistik. Aspek ruhaniah bersifat spiritual, transeden, suci, bebas, tidak terikat pada hukum dan prinsip alam dan cenderung kepada kebaikan. Aspek nafsiah berada diantara keduanya dan berusaha mewadahi kepentingan yang berbeda.
Pada hakikatnya, proses pendidikan merupakan proses aktualisasi potensi diri manusia. Sistem proses menumbuhkembangkan potensi diri itu telah ditawarkan secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya menyebabkan manusia dapat menjalankan tugas yang telah dibebankan Allah.
Pengaktualan potensi diri manusia tersebut dapat diarahkan melalui konsep pembinaan “kecerdasan emosional dan spiritual”. Ary Ginanjar Agustian telah menulis buku tentang ini dengan judul “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emosional Spiritual Questiont Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam”. Dalam buku tersebut menjelaskan bahwa rukun iman dan rukun Islam adalah sistem pembinaan kecerdasan emosional dan spiritual:
Adapun rukun iman dan rukun Islam, disamping sebagai petunjuk ritual bagi umat Islam, ternyata pokok pikiran dalam rukun iman dan rukun Islam tersebut juga dap[at memberikan bimbingan untuk mengenal dan memahami perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri, mengelola emosi dalam berhubungan dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari pemikiran saya untuk menjelaskan bahwa rukun iman dan rukun Islam adalah suatu metode membangun emotional quetiont (EQ) yang didasari oleh hubungan manusia dengan Tuhannya, spiritual quetiont (SQ) sehingga saya menamakannya dengan emotional dan spiritual quetiont (ESQ).
Rukun Islam merupakan metode pengasahan dan pelatihan ESQ. Syahadat berfungsi sebagai “mission statement”, puasa sebagai “self controlling”, serta zakat dan haji sebagai peningkatan “social intelligence” atau kecerdasan sosial. Islam menuntut penganutnya agar senantiasa melaksanakan rukun Islam secara konsisten dan kontinu. Ini merupakan bentuk training sepanjang hidup manusia. Disinilah pembentukan dan pembinaan kecerdasan emosional dan spiritual yang sempurna.
Para ahli psikologi mengatakan bahwa tingkat perkembangan intelligence Quetiont (IQ) berbeda dengan perkembangan emotional dan spiritual quetiont (ESQ). Tingkat kecerdasan IQ relatif tetap, sedangkan kecerdasan ESQ dapat meningkat sepanjang hidup manusia. Struktur susunan rukun iman dan rukun Islam merupakan susunan anak tangga yang teratur secara sistematis, logis dan objektif dalam pembentukan ESQ. Rukun iman berfungsi membentuk struktur fundamental mental berupa: prinsip landasan mental, prinsip kepercayaan, prinsip kepemimpinan, prinsip pembelajaran, prinsip masa depan hingga prinsip keteraturan.
Setelah mental terbentuk, dilanjutkan dengan langkah-langkah pembentukan “mission statement” melalui dua kalimat syahadat, kemudian pembangunan karakter melalui shalat lima waktu sehari semalam, pengendalian diri melalui puasa. Kemudian pembentukan kecerdasan sosial melalui zakat dan haji. Semua itu merupakan struktur sistem pembinaan dengan strategi dan metode training yang ideal.
Pembinaan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual secara komprehensif melalui rukun iman dan rukun Islam adalah proses pengaktualisasian potensi diri manusia secara totalitas. Potensi luhur diri manusia yang bersumber dan ruh dan fitrah Allah, inilah inti ibadah.
Pengaktualisasian potensi ruh mewujudkan fungsi khalifah dan aktualisasi potensi fitrah mewujudkan fungsi ibadah. Dimana aktivitas pendidikan hamba Allah tetap akan menjadi ibadah, bukan malah sebaliknya menjadi aktivitas yang jauh dari nilai-nilai relegiusitas. Bukan kah kita hidup tanpa nilai-nilai relegiusitas terasa hambar? Mari kita sejenak berfikir, saya juga ikut berfikir untuk kemajuan daerah dan bangsa kita ini!

Sumber_tulisan: http://www.acehinstitute.org/opini_zahrila_aktualisi_pendidikan_islam.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar