Kamis, 01 Juli 2010

RAGAM PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PARA TOKOH

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat integral dan dinamis sekali bagi kehidupan individual maupun masyarakat. Karena hal itu, maka sudah seharusnya bila pendidikan itu ditingkatkan kwalitasnya. Dunia pendidikan dari tahun ke tahun menunujukkan fenomena yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan peran pemikiran para tokoh cendekiawan yang selalu memperbaiki system atau aspek-aspek dalam dunia pendidikan yang tidak terbatas pada sektor-sektor penyelenggarannya, melainkan juga menyangkut berbagai komponen atau aspek baik aspek ekonomi, politik, sosial, dan demografi.
B. Permasalah
Bertolak dari latar belakang di atas, maka timbul beberapa permasalahan yang akan penulis bahas yaitu :
1. Siapakah tokoh-tokoh Pemikiran Filsafat Pendidika Islam?
2. Bagaimana ragam pemikiran filsafat pendidikan islam para tokoh?
C. Pembahasan
1. Tokoh-tokoh Pemikiran Filsafat Pendidika Islam
Ragam Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pendidikan Islam. Usaha pembaharuan pendidikan Islam selalu dinamis sesuai dengan perubahan zaman. Usaha pembahruan tersebut, sudah dilakukan oleh para tokoh pembaharu pendidikan dengan selalu berpikir demi kemajuan pendidikan Islam di masa sekarang dan yang akan datang. Hasil pemikiran mereka sangat beragam, dan kalaupun ada kesamaan, itu merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari dan bukan karena meniru tokoh yang lain. Para tokoh pemikir pendidikan Islam banyak sekali jumlahnya, namun karena dirinya tiada mempunyai nama kebesaran yang dikenal oleh khalayak umum maka dirinya tidak disebut-sebut sebagai tokoh pendidikan Islam.
Berikut ini akan penulis kemukakan Tokoh pemikiran filsafat pendidikan islam mengenai pendidikan Islam diantaranya, yaitu:
a. Al-Ghozali
b. Ibnu Khaldum
c. Ihwan Al-Shafa
d. Zainuddin Labay
e. Ahmad Surkati
f. Ahmad Dahlan
g. Hasyim Asy’ari
2. Ragam Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Para Tokoh
a. Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhamnmad al-Ghazali. Beliau lahir di Ghazela, Thus (Khurasan) pada tahun 450 H. (1059 M) dan wafat di Tabristan, Tus tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H (1 Desember 1111 M).
Adapun pemikiran al-Ghazali mengenai pendidikan Islam meliputi:
1) Peranan Pendidikan
Dalam masalah pendidikan al-Ghazali lebih cenderung berpaham empirisme. Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan anaknya yang mendidiknya.
Hal ini sejalan dengan pesan Rasulullah yang menegaskan:
Artinya:
“ Tidaklah anak yang dilahirkan itu, kecuali dalam keadaan fitrah (asal kejadian yang bersih/suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)
2) Tujuan Pendidikan
Menurut alGhazali tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri pada Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan permusuhan.
3) Pendidik
Sejalan dengan pentingnya pendidikan mencapai tujuan sebagaimana disebutkan di atas, al-Ghazali menjelaskan tentang ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan, yaitu:
a) Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
b) Guru jangan mengharapkan upah (materi) sebagai tujuan utama mengajar.
c) Guru harus mengingatkan kepada muridnya bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
d) Guru harus memberikan contoh yang baik kepada muridnya dalam segala hal.
e) Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan tingkat intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
f) Guru harus menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya.
4) Murid
Sejalan dengan prinsip bahwa menuntut ilmu pengetahuan itu sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka bagi murid dikehendaki hal-hal sebagai berikut:
a) Memuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabur.
b) Merasa satu saudara dan bangunan dengan murid yang lain.
c) Menjauhkan diri dari mempelajari mazhab yang menimbulkan kekacauan dalam pikiran.
d) Mempelajari berbagai jenis ilmu dan berupaya sungguh-sungguh sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut.
5) Kurikulum
Pandangan al-Ghazali tentang kurikulum dapat dipahami dari pandangan mengenai ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a) Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit tidak ada manfaatnya bagi manusia di dunia dan akhirat.
b) Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit bila dipelajari akan membawa seseorang kepada jiwa yang suci bersih.
c) Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad seperti ilmu filsafat.
Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, al-Ghazali membagi lagi menjadi dua kelompok ilmu dilihat dari segi kepentingannya, yaitu:
a) Ilmu yang wajib (fardlu) yang diketahui oleh semua orang, yaitu ilmu agama, ilmu yang bersumber pada kitab Allah.
b) Ilmu yang hukum mempelajarinya fardlu kifayah, yaitu ilmu yang digunakan untuk memudahkan urusan duniawi, seperti ilmu hitung, kedokteran, ilmu teknik, pertanian, dan lain-lain.
Dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din al-Ghazali menganjurkan tentang pendidikan keimanan agar diberikan kepada anak-anak sejak dini. Seperti pepatah “Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu sedangkan belajar di waktu besar laksana mengukir di atas air”.
b. Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman Abu Zaid Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Khaldun, lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 dan meninggal di Cairo pada tanggal 19 Maret 1406.
Konsep pendidikan menurut Ibn Khaldun meliputi:
1) Pandangan tentang manusia didik
Ibnu Khaldun melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Menurutnya, manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia di samping memiliki pemikiran, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat atau sosial.
2) Pandangan tentang ilmu
Berkenaan dengan ilmu pengetahuan Ibnu Khaldun membaginya menjadi tiga macam , yaitu:
a) Ilmu lisan (bahasa), yaitu ilmu tentang tata bahasa sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis.
b) Ilmu Naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunah Nabi.
c) Ilmu ‘Aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya pikiran atau kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.
3) Metode pengajaran
Menurut Ibnu Khaldun bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Sejalan dengan pemikirannya itu, Ibnu Khaldun menganjurkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya.
c. Ikhwan al-Safa
Ikhwan al-Safa adalah perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang banyak menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan. Perkumpulan ini berkembang pada abad ke dua hijriah di kota Bashrah, Irak.
Adapun konsep pendidikan menurut pandangan Ikhwan al-Safa, meliputi:
1) Cara mendapatkan ilmu
Ikhwan al-Safa memandang bahwa ilmu pengetahuan itu dapat dicapai melalui dua cara, yaitu:
a) Melalui Panca Indra terhadap obyek alam semesta yang bersifat empirik. Ilmu model ini berkaitan dengan tempat dan waktu.
b) Melalui informasi atau berita yang disampaikan oleh orang lain. Ilmu yang dicapai dengan cara ini hanya dapat dicapai oleh manusia.
Selain itu, Ikhwan al-Safa menyebutkan ilmu harus didapat dengan usaha, melalui tilisan dan bacaan, membiasakan berpegang pada pembiasaan dan perenungan. Dalam hal ini ia mengatakan: “Hendaknya diketahui bahwa pembiasaan dan latihan itu harus dilakukan secara kontinyu, dan dari pembiasaan ini akan dihasilkan akhlak yang kokoh.”
2) Tipe ideal guru
Menurut pandangan Ikhwan al-Safa, tipe ideal guru harus memiliki syarat-syarat, yaitu: cerdas, baik akhlaknya, lurus budi pekertinya, bersih hatinya, menyukai ilmu, bertugas mencarai kebenaran, dan tidak bersifat fanatisme.
d. Zainuddin Labay
Nama lengkapnya adalah Zainuddin Labay al-Yunusi, dilahirkan di Bukit Surungan , Padang Panjang pada tahun 1980. Menurut Deliar Noer, Zainuddin Labay dapat disebut seorang otodidak yang menjadi orang dengan tenaga sendiri.
Pemikiran Zainuddin Labay dalam pendidikan adalah seorang yang mula memperkenalkan sistem sekolah yang baru, dengan membuka sekolah guru Dinayah (1945) ia mempergunakan sistem berkelas dengan kurikulum yang lebih teratur yang mencakup juga pengetahuan umum.
Kita ketahui bahwa pendidikan Islam menurut sistem lama, hanya terdiri dari dua tingkat saja: Pengajian Qur’an dan Pengajian Kitab. Selanjutnya dalam perkembangannya di Indonesia, pendidikan Islam diadakan di surau-surau tanpa kelas dan tiada pula memakai bangku, meja dan papan tulis, hanya duduk bersila saja.

Pada tanggal 10 Oktober 1915 Zainuddin Labay mendirikan Diniyah School di Padang Panjang. Di sinilah Zainuddin Labay mencoba segala teorinya untuk kemajuan murid-muridnya. Zainuddin Labay mengatur Diniyah School dengan sebaik-baiknya. Pada tingkat bawah pelajaran diberikan dalam bahasa Indonesia dan memakai buku-buku bahasa Indonesia karangan sendiri.
Inovasi yang muncul dan langkah-langkah yang diambilnya dalam mendirikan surat kabar dipraktikkan ke dalam pendidikan. Zainuddin Labay banyak menulis buku-buku tentang pendidikan, di antaranya: Durusul Fiqhiyyah, Aqaidud Diniyah, Mabadi awwaliyah. Pendeknya kitab-kitab yang dipakai pada tingkat ibtidaiyah.
e. Syeikh Ahmad Surkati
Syeikh Ahmad Surkati nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari. Ia dilahirkan di Sudan. Kemudian ia datang ke Indonesia dengan bergabung pada “Jami’atul al-Khair”. Banyak karya-karya yang ditulis olehnya, di antaranya adalah al-Wasiyat al-Amiriyyah, al-masail al-Tsalats, Hak suami istri dan Tajwih al-Qur’an lil Adabil al-Qur’an.
Ide-ide pembaharuan pendidikan Ahmad Surkati meliputi :
1) Aspek Kelembagaan
Secara kelembagaan program pendidikan berlangsung selama 15 tahun, yang meliputi pendidikan dasar 3 tahun, pendidikan ibtidaiyah 4 tahun, pendidikan tajhiziyyah 2 tahun, jenjang muallimin selama 4 tahun dan jenjang takhassus selama 2 tahun.

2) Aspek metode dan pendekatan pengajaran
Dalam aspek ini, metode dan pendekatan pengajaran disesuaikan dengan situasi belajar yang dihadapi seorang guru.
3) Aspek Kurikulum
Kurikulum sudah disusun secara sistematik, yang dijadikan rencana pelajaran, dan juga sebagai kerangka kerja sistematis dalam suatu kegiatan pengajaran modern.
f. K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1868 di Yogyakarta. Anak dari seorng Kiyai Haji Abubakar bin Kiyai Sulaiman. K.H. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh pendiri Muhammadiyah.
Ahmad Dahlan dalam pemikirannya memunculkan sekolah modern pertama. Ia memasukkan mata pelajaran umum, ilmu alam, ilmu hayat, serta cara cara baru dalam pengajaran sehingga lebih menarik dan lebih jelas dipahami.

Usaha-usaha dan jasanya terutama di bidang pendidikan adalah:
1) Membawa pembaharuan dalam bidang pembentukan lembaga pendidika Islam, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.
2) Memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah agama atau madrasah.
3) Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran dari semula pengajaran sorogan kepada metode pengajaran yang lebih bervariasi.
4) Mengajarkan sikap hidup yang terbuka dan toleran.
5) Mendirikan organisasi Muhammadiyah, yang termasuk organisasi Islam yang paling pesat dalam pengembangan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi.
g. KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari lahir di Jombang, tanggal 25 Juli 1871 M. Hasyim Asy’ari meninggal pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947 M di Tebuireng Jombang dalam usia 79 tahun. Pemikirannya dalam bidang pendidikan di antaranya meliputi:
1. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
Dalam hal ini etika yang harus diperhatikan dalam belajar meliputi: membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniaan, membersihkan niat, sabar, qanaah, pandai mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Etika murid terhadap guru
Dalam hal ini murid dianjurkan untuk memuliakan guru, memperhatikan apa yang menjadi hak guru, hormat, dan sopan.
3. Etika murid terhadap pelajaran
Dalam menuntut ilmu, murid hendaklah memeperhatikan etika sebagaimana berikut: mendahulukan ilmu fardlu ‘ain, belajar dengan kontinyu, tanamkan rasa semangat belajar dan bertanyalah hal yang belum dipahami.
4) Etika seorang guru
Etika guru meliputi senantiasa taqarrub kepada Allah, wara’, zuhud, membiasakan kreatif, dan lain-lain.
D. Kesimpulan
1. Tokoh-tokoh pemikiran filsafat pendidikan islam antara lain yaitu:
a. Al-Ghozali
b. Ibnu Khaldum
c. Ihwan Al-Shafa
d. Zainuddin Labay
e. Ahmad Surkati
f. Ahmad Dahlan
g. Hasyim Asy’ari
2. Peran pemikiran filsafat pendidikan sangat mempengaruhi pendidikan pada masa terdahulu bahkan sekarang ini, walaupun setiap adanya pemikiran selalu ada peningkatan atau perbedaan dalam memperbaiki sistem pendidikan masing-masing tokoh tersebut karena smua itu juga untuk kemajuan dan peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik lagi. Wallahu’alam.




















DAFTAR PUSTAKA

Al-Ahwani, Ahmad Fu’ad, Al-Tarbiyah fi Al-Islam, (Mesir: Dar- al- Maarif, tanpa tahun)
Al-Ghozali, Ihya’ Ulum Al-Din, (Surabaya: Al-Hidayah, 2001)
Al-Hadist, Fathul Bari, Syarah Shohih Al-Bukhori, (Kairo: Al-Maktabah Assalafiyah, 1973)
Arifin, M., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 1, 1991)
Hamid, Shalahuddin, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Dunia, (Jakarta: Intimedia, 2006)
http: //Google, Riwayat dan Pemikiran Hasyim Asyari, 31 Mei 2010, 21.05
Nasution, Harun, Falsafah dan Matinisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet. 2, 1978)
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam,(edisi baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama , 2005)
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003)
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1985)
Syarif, Juhdi, Syeikh Ahmad Sukarti: Pembaru Abad ke 20, (Nomer 78, 1989)
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992, Cet. 3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar