Minggu, 13 Juni 2010

JELANG SATU ABAD MUHAMMADIYAH



Menarik dicermati ungkapan Ustadz Suprapto Ibnu Juraimi (almarhum) dalam Pengajian di PDM Temanggung, Jawa Tengah. Tulisan ini dimuat dalam situs Muhammadiyah www.muhammadiyah.or.id tanggal 24 April 2009.
Point pertama: “Dari pengamatan, saya menjumpai di beberapa Daerah/PDM, ada Pimpinan Daerah yang diangkat menjadi pimpinan langsung dari Pimpinan Ranting, bahkan menduduki jabatan sebagai Ketua PDM. Padahal dia tidak tahu seluk beluk Muhammadiyah, tidak kenal apa itu Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, tidak tahu apa itu MKCH, apalagi Kepribadian Muhammadiyah. Hanya karena kebetulan dia pinter bicara, ketika diselenggarakan Musyawarah Daerah, ia kelihatan menonjol, lalu terpilih menjadi ketua PDM.”
Point kedua, “Di sisi lain, bisa kita saksikan juga bahwa banyak orang tertarik dengan Muhammadiyah. Rupanya dengan aktif di Muhammadiyah itu bisa menjadi jembatan untuk, misalnya, menjadi anggota Dewan (wakil rakyat).”
Dan ketiga, “Konon, saya tidak tahu pasti, di Jawa Tengah, kini sedang ramai-ramainya orang Muhammadiyah berupaya untuk bisa menjadi calon anggota Dewan. Padahal tidak semua dari mereka itu bisa terangkat menjadi anggota Dewan, sehingga kemudian terjadi masalah. Di antara mereka sendiri saling padu, konflik antar sesama teman sendiri. Memperhatikan hal yang demikian, maka kita perlu faham bagaimana sebenarnya bermuhammadiyah itu.”
Ustadz Prapto kemudian menyebutkan lima makna ber-Muhammadiyah. Pertama, ber-Muhammadiyah adalah berislam. Kedua, ber-Muhammadiyah adalah berdakwah. Ketiga, ber-Muhammadiyah adalah berorganisasi. Keempat, ber-Muhammadiyah itu berjuang dan berjihad. Dan kelima, ber-Muhammadiyah adalah berkorban.
Sedangkan Haedar Nashir, Ketua SC Muktamar 1 Abad, mengatakan bahwa Muhammadiyah telah melewati dinamika zaman yang penuh perjuangan suka maupun duka dalam rentang tiga zaman: era perjuangan kemerdekaan di masa kolonial, setelah kemerdekaan di masa Orde Lama dan Orde Baru, dan era reformasi sekarang ini yang masih akan berlangsung penuh pertaruhan.
Muhammadiyah dalam pergantian abad dari kelahirannya akan memasuki abad baru. Dari titik tersebut persyarikatan ini akan melintasi zaman dengan segala tantangan, masalah, dan harapan baru, ketika dunia berada dalam fase post-modern dan era globalisasi dengan seribu satu dinamikanya.
Dalam menghadapi pergantian abad menuju fase baru itu, kata Haedar, Muhammadiyah dituntut merumuskan ulang orientasi dan aktualisasi dakwah dan tajdid yang menjadi fokus gerakannya. Dengan demikian diharapkan mampu melampaui/melintasi zaman yang dilalui dan dihadapinya dengan penuh kesiapan untuk menghadirkan risalah Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin.
Tema Muktamar tahun depan adalah ”Gerak Melintas Zaman, Dakwah dan Tajdid Menuju Peradaban Utama” sesuai Keputusan PP Muhammadiyah melalui SK Nomor 107/Kep/I.0/B/2008 tertanggal 16 Juli 2008.
Menurut Haedar, kata ”Gerak Melintas Zaman” mengandung dua makna. Pertama, melewati masa sejak kelahirannya hingga usia ke-100 tahun. Kedua, menyeberangi, yakni memasuki fase baru setelah usia satu abad ke peralihan abad berikutnya.
Dalam melintasi zaman tersebut, Muhammadiyah hadir sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid sebagaimana spirit awal kelahirannya yaitu “menyebarluaskan” (dakwah) dan “memajukan” (tajdid) hal ihwal ajaran Islam di seluruh tanah air.
Dakwah dan tajdid Muhammadiyah tidak lain untuk mewujudkan “peradaban khaira ummah” peradaban masyarakat Islam yang sebenar-benarnya di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar